Tuesday, June 18, 2019

Budaya Mbarak di Negeri Seribu Parit


Bara'an ketika hendak berpamitan

Banyak budaya di daerah lain telah kutuliskan. Namun, budaya di kampung sendiri tak ada kuceritakan. Biar kuberitahu padamu kawan, sebuah tradisi yang tetap dijaga dari zaman kakek nenekku hingga anak-anak , adik dan sepupuku.

Rombongan anak-anak muda dengan pakaian berwarna-warni dan semerbak parfum tercium ketika lewat. Tak terkecuali aku hahaha... beberapa masih tercium aroma pakaian baru yang dibeli di pasar. Atau pakaian bau lemari yang tertutup wangi parfum sepuluh ribuan.

Mbarak

Mbarak namanya, sebuah tradisi menjalin silaturahmi dari satu rumah ke rumah lain. Dari satu RT sampai empat RT. Butuh dua hari bahkan tiga atau lebih untuk menyelesaikan satu parit (kampung). Di tempatku, parit jangan dibayangkan seperti selokan di perkotaan. Satu parit itu mewakili satu kampung. Cari lah di Google sana, akan kau temukan sebuah negeri nun di ujung Riau. Negeri Seribu Parit, atau Negeri Hamparan Kelapa Dunia.

Mbarak: menikmati kue yang dihidangkan pemilik rumah


Tak lain tak bukan, tradisi ini berada di Kelurahan Madani, Kecamatan Reteh, Kabupaten Indragiri Hilir.

Di tahun-tahun sebelumnya, aku hanyalah peserta yang ikut kemanapun pemimpin membawa kami. Tapi tahun ini, aku dan temanku Iwin bertindak sebagai leader anak-anak usia remaja. Kira-kira SMP dan SMA.


Menjadi leader itu gampang-gampang susah, mewakili anggota untuk berpamitan. Pakai bahasa jawa yang super duper halus. Bahkan aku latihan dulu sebelum praktek langsung. Kira-kira begini: ketika rombongan masuk rumah, bersalaman dengan pemilik rumah, duduk kemudian makan apa yang disajikan (biasanya kue). Setelah itu leader harus berpamitan.

Mbarak: makan-makan di rumah warga


Duduk berhadap-hadapan dengan pemilik rumah, baik kepala keluarga atau istrinya. Makanya, leadernya kadang lebih dari dua, biar bisa ganti-gantian. Nah pamitan ini namanya badan. Kalimatnya kurang lebih seperti ini: Ngaturaken keluputan kulo kaleh rencang-rencang, lahir batin awal akhir fiddunya wal akhiroh. Intinya, pamit menghaturkan maaf mewakili rombongan kepada sang pemilik rumah.

Badan



Nantinya, si pemilik rumah biasanya akan memberikan jawaban tanda maaf telah diterima. Setelah itu, leader yang lain akan berteriak kepada rombongan untuk saling memaafkan kepada pemilik rumah.

Ngaturaken keluputane keluarga Pak Fulan sekeluarga sami dipon ngapunten nggeh,” dan rombongan akan menjawab “Nggeh sami-sami”. Dan akhirnya pemimpin akan bersalawat yang disambut oleh rombongan. Setelah itu keluar dari rumah dan menuju rumah yang lain. Begitulah terus berulang hingga rumah terakhir.

Mbarak: yang ini bara'an laki-laki

Mbahku bercerita, tradisi mbarak sudah turun-temurun dilaksanakan di Parit 7, biasanya tradisi mbarak dilakukan oleh kebanyakan masyarakat jawa yang merantau ke Sumatera meski tidak semuanya.

Mbahku yang usianya seusia kemerdekaan Indonesia ini bercerita jika mbarak sudah ada bahkan ketika ia masih kecil.

Katanya, dulu rombongannya tidak sebanyak sekerang. Hanya ada rombongan mbarak, satu laki-laki dan satu perempuan. Tak hanya Parit 7 aja yang dikunjungi,  tapi juga seluruh rumah yang ada di Parit 6 dan Parit 9. Eh kok Parit 8 nggak ada. Memang tidak ada, karena setelah Parit 7 adalah Parit 9. Parit 8 hanya segelintir yang tahu alias parit yang mati dan tak berpenduduk.

Kalau sekarang, rombongannya ada empat. Dua perempuan dan dua laki-laki. Keliling seluruh rumah warga hanya satu parit, karena dulu warganya sedikit, sedangkan sekarang sudah lebih dari 100 rumah. Kalau berkunjung sampai seluruh rumah, apa nggak teol kaki hayati.

Kalau kau bertanya apa nggak capek itu, dua sampai tiga hari keliling kampung. Jawabannya pasti capek lah. Tapi ini kan tradisi, kapan lagi kita berkunjung ke ujung kampung kalau tidak saat hari raya idul fitri. Toh Cuma sekali setahun, khusus raya Idulfitri, raya Iduladha tidak ada kegiatan mbarak seperti ini.

Saat hari raya kegiatan di kampung sangat ramai, saat mbarak biasanya anak-anak laki-laki selalu bawa petasan yang dilempar dan membuat anak-anak perempuan berteriak-teriak histeris. Ditambah suara klakson motor ketika mereka lewat, sudah seperti pawai saja.

Keramaian saat mbarak di ujung kampung

Belum lagi saat hujan, nah lebaran tahun ini kebetulan hujan. Banyak korban berjatuhan. Adekku sendiri jatuh di jembatan untung tidak tercebur ke parit. Temanku ada yang terpeleset dan tercebur karena hujan, jalanan yang licin dan kurang berhati-hati juga menyebabkan salah satu anggota rombonganku terjatuh dari motornya. Ada banyak kisah dan warna lebaran 2019 ini.

Jangan harap bisa wisata-wisata saat lebaran kalau di kampungku. Lebaran adalah waktu silaturahmi, tapi percayalah jika itu yang paling dirindukan oleh para perantau penabung rindu.

Mbarak itu apa sih?  Ya itu, tadi yang udah kubeberkan panjang kali lebar kali tinggi. Mbarak itu tradisi bertamu dari rumah ke rumah penduduk tanpa melewatkan satu rumah pun (dalam satu parit biasanya). Rombongan yang berjalan bersama-sama itu disebut dengan bara’an. Paham? Pahamkan aja lah.

Bara'anku... Coba cari mana aku!

Itu dia secuil kisah di kampung halaman. Datanglah ke rumah, mana tau jadi orang rumah. Hiyahiyahiya *abaikan.
Previous Post
Next Post

32 comments:

  1. Unik banget budayanya. Baidewei, pengin ketawa di bagian jatuh ke parit. Wkwkwk. Tapi takut dosaaaa

    ReplyDelete
  2. Wah ini keren ya tradisinya. Indonesia emang kaya sama budaya dan tradisi ya. Mudah-mudahan gak hilang ditelan zaman.

    ReplyDelete
  3. Pamitane beda dengan tempatku

    ReplyDelete
  4. Senang baca ini. Bisa nambah pengetahuan mengenai budaya daerah di Indonesia yang unik.
    Mbarak apakah berasal dari kata Mubarak?
    Salam kenal dan makasih sudah follow saya di Twitter. Sengaja saya main ke sini untuk tinggalkan jejak silaturahim. Semoga nanti kita bisa saling blogwalking. Nuhun pisan.😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kayaknya nggak mbak. Soalnya mbarak ni dri kata baraan yg artinya tmn sbaya

      Delete
  5. Wah menarik sekali ini..saya baru tau ada tradisi mbarak. Seru ya ngeliatnya..rame2 berkunjung keliling kampung..mdh2an tradisi ini akan terus dilestarikan n ga hilang dimakan waktu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin iya. Bener mbak. Memang selalu ramai tiap tahun

      Delete
  6. Satu lagi tradisi di Indonesia yang saya baru tau. Kayak begini, nilai silaturahminya tinggi, ya. Semoga terus ada tradisinya

    ReplyDelete
  7. Author nya panutan quuuuuuuuuue wkwkkw

    ReplyDelete
  8. Unik nama budayanya ya mba.. Dan semoga budaya ini tetap lestari.. aamiin ..

    ReplyDelete
  9. tradisi yang unik.. semoga bertahan dan terpelihara ya.. menjaga silaturahmi juga.

    ReplyDelete
  10. Oaaaalllaaa artinya bersilaturahmi ya? Hehehe namanya unik sekali. Emang deh budaya kita bermacam2 dengan cara yang sedikit berbeda namun intinya sama, silaturahim.

    ReplyDelete
  11. Masya Allah, seru banget tradisinya, bagus banget ya, kalau sekarang kan mulai luntur apalagi di perkotaan semoga tradisinya tetap terjaga ya aamiin..duh ada makan korban jatuh ke parit juga..

    ReplyDelete
  12. Asik banget tradisinya. Kalau kaya gini jadi kenal satu sama lain, dan menjalin silaturahmi banget ya.

    ReplyDelete
  13. Tradisi yang luar biasa
    Harus dipertahankan ini untuk menjalin kerukunan warga. Seru juga pastinya jalan beramai-ramai gitu ya

    Tata caranya juga ternyata diatur ya
    Menjadi pemimpin rombongan beneran harus latihan

    ReplyDelete
  14. Waaaah satu lagi nih tradisi di Indonesia yang baru aku tau. Harus tetap dilestarikan nih budayanya

    ReplyDelete
  15. Tradisi yang unik tapi keren. Jadi walaupun tidak saling kenal kalau bertamu rombongan begini dan keliling kampung lama-lama akan kenal atau dikenal. Silaturahim yang sederhana namun sarat makna.

    ReplyDelete
  16. Keren pisan, domisili di Riau Sumatera tapi leader ngomong pakai bahasa Jawa, halus lagi...

    ReplyDelete
  17. Menurut pendapatku, tradisi itu ada yang harus dihilangkan dan ada yang harus dipertahankan. Nah, tradisi seperti ini termasuk yang harus dipertahankan. Betul kata kamu, cuma satu tahun sekali kok. Meskipun kaki gempor, tapi kan perut kenyang. ahahahah

    ReplyDelete
  18. Btw ini rombongan perempuan harus semua perempuan gitu ya kak? Jadi perempuan dan laki tidak boleh bersama? Seru ya ini sekalian bisa jadi ajang silaturahmi juga sesama anak-anak muda disana.

    ReplyDelete
  19. Kalau sedang mbarak gitu, apakah sambil ngobrol-ngobrol juga? Apa yang dibicarakan? Ditanya "kapan nikah" juga nggak?

    ReplyDelete
  20. Silaturahmi jadi semakin erat dengan tradisi ini...

    ReplyDelete
  21. mantap. kapan² baraan antar parit. kami di parit lapis daud.

    ReplyDelete