Tuesday, July 30, 2019

Jaga Hati, Jaga Diri, Jaga Hutan, Jaga Bumi, Hidup Saling Berbagi


Berbicara tentang pemanasan global selalu identik dengan es di kutub yang mencair, efek rumah kaca, naiknya permukaan laut dan lain-lain.

Bagi yang tinggal di negara beriklim tropis seperti Indonesia, mencairnya es di kutub tentu seperti minum es teh dengan hanya ada satu balok es berukuran seujung jari alias tidak terasa. Padahal, hal tersebut memberikan dampak luar biasa terkait naiknya permukaan air laut. Lagi-lagi itu tidak terasa. Tiba-tiba muncul di berita, Pulau A tenggelam, barulah makhluk bernama manusia sedikit merasa ketakutan.

Aku selalu menyukai hal-hal berbau kepedulian terhadap lingkungan. Berkesempatan mengikuti Workshop Forest Talk With Blogger menjadi kebahagiaan tersendiri bagiku. Saat itu aku duduk manis di barisan paling depan. Sesekali memandang ke arah narasumber, sesekali lebih fokus pada gawai guna mencatat tiap kata penting yang keluar dari pembicara.

Bercerita tentang bumi yang sekarat, Manager Climate Reality Indonesia Amanda Katili Niode berkisah melalui mikrofon dan slide yang terbias oleh proyektor. Ia membawa kisah-kisah dari negara yang belum pernah kusambangi. Mulai dari Amerika yang ketika musim dingin mencapai minus 40’ C kemudian terbang ke kisah Australia dengan suhu mencapai 50’C.

“60 juta orang di dunia terdampak cuaca ekstrim, bisa dibayangkan betapa dinginnya minus 40’C  dan panasnya 50’C,” kata Amanda.

Amanda Katili Niode saat menyampaikan bumi yang semakin sekarat

Otakku tak bisa mengkhayal sampai sedingin dan sepanas itu. Mandi pagi saja aku merasa kedinginan apa lagi jika suhu mencapai minus puluhan derajat celsius.

Jika di Pekanbaru saja dengan suhu 28’C  sudah merasa seperti neraka sedang bocor, mungkin akan sama rasanya dengan dicemplungkan langsung ke neraka jahannam jika suhu mencapai 50'C.

Banyak hal yang disampaikan Amanda mengetuk hatiku, membuka pemikiranku terkait kegiatan manusia yang berlebihan, menimbulkan efek rumah kaca, terjadinya pemanasan global, perubahan iklim dan tentu saja berdampak pada bencana.

Betapa kejam manusia, demi memenuhi hasratnya manusia melakukan kegiatan-kegiatan merusak lingkungan. Padahal jika kita menjaga hutan, menjaga bumi, maka bumi akan menjaga kita. Pun sebaliknya, apabila kita merusak bumi, cukup sekali batuk, bumi mampu meluluhlantakkan satu benua. Aish, terkadang aku lupa kalau aku manusia.

Tapi kawan, setiap masalah selalu ada solusi. Amanda tak hanya membeberkan permasalahan, tetapi juga menunjukkan solusi, yang apabila dilakukan bersama pasti akan berhasil. Seperti lidi, jika sendiri ia patah, jika bersama, tak satu orang pun dapat mematahkannya.

Mitigasi dan adaptasi menjadi solusi yang dijelaskan Amanda. Mitigasi, upaya memperlembat proses perubahan iklim global. Ibaratnya, semua orang pasti mati, tapi saat sakit kita harus berobat. Untuk apa? Untuk memperlambat kematian. Hal ini dapat dilakukan dengan mengurangi level gas rumah kaca di atmosfer dan mengurangi emisi dari kegiatan makhluk kasar bernama manusia.

Sedangkan untuk adaptasi, ada banyak cara yang bisa dicoba untuk memperpanjang usia bumi. Karena itulah manusia diberikan otak untuk memikirkan cara mengurangi dampak perubahan iklim dan bagaimana agar ketahanan bumi terhadap perubahan tersebut dapat meningkat.

Salah satu caranya adalah, mulai dengan diri kita sendiri. Setelah itu ajak orang lain, ajak satu, dua, tiga. Bukan, tak hanya itu kita bisa mengajak puluhan, ratusan bahkan ribuan orang untuk menyelamatkan bumi. Melakukan hal yang paling sederhana. Seperti menghemat listrik, pengurangan pemakaian kantong plastik, menggunakan energi terbarukan, melestarikan kearifan tradisional dan menyandingkannya dengan teknologi.

Bagaimana caranya?

Pernahkah kamu membaca buku hasil goresan tinta Pramodya Ananta Toer kawan? Jika belum, akan kuberi tahu kamu kata-kata ajaib Nyai Ontosoroh. “Tahu kau mengapa aku sayangi kamu lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”

Menulislah kawan, ceritakan pada dunia melalui tulisanmu. Ayo kampanyekan penyelamatan bumi, agar anak-cucu kita terus berkembang biak hingga ribuan tahun lagi. Selamatkan bumi agar bumi menyelamatkan kita.

Ayo jaga bumi. Aku saat mengikuti kegiatan Forest Talk With Blogger

Tak bisa kamu menulis kawan? Ada jutaan media sosial yang terhampar di Play Store. Apa salahnya kamu unggah satu ajakan untuk menyelamatkan bumi. Setidaknya ada lima dari 100 temanmu yang tergugah melihat tulisanmu. Tak mampu menulis,kamu bisa ceritakan melalui gambar dan video. Bahkan kamu tidak perlu repot membuatnya andai kamu terlalu malas. Kamu bisa membagikan kisah inspiratif menyelamatkan bumi. Karena hidup indah jika kita tau caranya berbagi. Berbagi tak pernah rugi.

Karena hidup tak melulu tentang galau, cinta dan putus asa. Hidup adalah tentang saling menjaga, jaga dirimu, jaga keluargamu, jaga hati, jaga bumi agar kita saling menjaga. Semua untuk apa? Untuk lestari hutanku, hutan kita bersama. Untuk siapa, untuk bumiku, bumi kita bersama.



Previous Post
Next Post

3 comments:

  1. Iyaa acaranya seru banget. Kadang kalau udah bahas pemanasan global suka mental kalau ke anak pekanbaru. Biasa ngadepin panas 33 sampe 34 derajat celcius soalnya. Wkwkwkkw

    ReplyDelete
  2. Seru pokoknya...
    Gak nyesel menjadi bagian acara forest talk keren ini.
    Bisa melihat langsung kegiatan di Desa Batu Gajah.

    ReplyDelete
  3. Jadi untuk mendapatkan bumi yang sehat, bukan sebagai supermarket bencana. Bisa dimulai dari kita dulu, apa yang bisa kita lakukan untuk bumi walaupun itu hal kecil. Seperti nulis gini yakan ? :D

    ReplyDelete