Saturday, February 3, 2018

Menilik Surga Tersembunyi di Balik Bukit Rimbang Baling

Setiap perjalanan yang hebat biasanya selalu diiringi dengan jalan yang menanjak dan berliku. Pun perjalanan menuju Desa Kota Lama di Rimbang Baling. Kawasan yang terletak di Gema Kabupaten Kampar ini memiliki trek yang menantang adrenalin. Rimbang Baling adalah nama salah satu kawasan Suaka Margasatwa di Riau.


Ketika ke sana kondisi kendaraan harus benar-benar prima dan dipastikan tidak akan bocor atau mogok karena hal-hal yang tidak diinginkan. Dari Gema menuju Kota Lama dilalui dengan menyeberangi sungai selebar kira-kira 30 meter, tidak perlu khawatir baik motor maupun mobil bisa menyeberang dengan membayar tujuh ribu rupiah untuk pulang dan pergi. Perjalanan dilanjutkan dengan jalanan tanah kuning, di sisi kiri kanan begitu banyak kerbau-kerbau yang sedang merumput, tak heran bila sepanjang perjalanan kamu menemukan ranjau berbentuk kotoran kerbau.

Ketika jalan semakin menanjak dan berbatu, mata akan dimanjakan dengan pemandangan bukit-bukit hijau yang bebas dari pemandangan sawit. Perlu kau tahu kawan, Riau adalah daerah yang kaya akan minyak, sehingga sawit menjadi perimadona mata pencaharian masyarakatnya. Bukit-bukit hijau yang berdiri gagah di sisi kiri dan kanan perjalanan membuat mata enggan merasa mengantuk. Perjalanan bak mendaki gunung dan menuruni lembah pun tak terasa kala menikmati keindahan syurga yang Tuhan taburkan di Rimbang Baling.

Aku berhenti di sebuah turunan, memanjat bukit yang ada di sebelah kiri jalan, tak butuh waktu lama pemandangan hijau terpampang dari ketinggian, tak lupa ku petik gambar untuk mengabadikan momen perjalanan kali ini. Nun di bawah lembah sana terlihat atap-atap rumah warga, jembatan dan sungai yang dari kejauhan berwarna hijau menandakan jernihnya air sungai, semua itu menandakan bahwa ada peradaban manusia jauh di bawah kaki ku berdiri kala itu.

“Selamat Datang di Desa Kota Lama” sebuah gapura berwarna biru langit dipadu dengan warna putih menyambut kedatangan kami kala memasuki desa. Setelah melewati gapura tersebut, rumah-rumah warga mulai terlihat. Dan sesuatu yang benar-benar menakjubkan, kiri-kanan rumah warga adalah hutan yang masih terjaga kelestariannya.

Motor yang membawaku berbelok ke kiri melewati jembatan gantung sepanjang kurang lebih 50 meter mengangkangi sungai Subayang, berdiri tegap dengan kaki-kaki besinya yang dicat berwarna kuning, papan-papan setebal lima sentimeter dipasang melintang dengan baut-baut yang sedikit berkarat menimbulkan bunyi gluduk-gluduk  setiap ada sepeda motor yang melintasinya. Masih, memandang ke kiri bukit yang hijau, pun ke kanan, di bawah jembatan terbentang sungai Subayang yang jernih dan berkilau diterpa sinar matahari. Beberapa perahu bermotor yang warga desa menyebutnya dengan nama Robin kerap melintas sungai melawan arus.



Ketika pagi menjela, bukit-bukit yang berdiri gagah tertutup embun-embun berwarna putih seperti awan, berada di sana seolah-olah berada di pegunungan yang dingin.
Warga Desa Kota Lama benar-benar menggantungkan sebagian hidupnya dengan sungai, bak jantung bagi manusia, sungai adalah segalanya. Mereka minum, mencuci, mandi dan lainnya di sungai. Pertama kucelupkan kaki di tepi sungai dan berjalan di atas batu-batu benar-benar memberikan sensasi dingin menyegarkan. Saban sore terlihat warga desa mandi di sungai yang jernih, berenang ke sana kemari tanpa khawatir akan tenggelam. Pulau, sebutan untuk tepi sungai yang memiliki lahan luas dengan batu-batu sebesar buah mangga berserakan, ada sebuah area luas yang ditutupi rumput hijau tempat bermain anak-anak. Di pulau situlah warga melakukan aktivitas sehari-harinya.
Previous Post
Next Post

1 comment: