Friday, August 16, 2019

Review Film Bumi Manusia, Kisah Cinta dan Sejarah Zaman Kolonial

Film Bumi Manusia

Selalu kuingat tanggal 15 Agustus 2019 akan tayang film yang kunanti-nanti kehadirannya. Apalagi kalau bukan Bumi Manusia. Aku bukan penggemar fanatik Pramodya Anata Toer, tapi aku cukup banyak membaca karya-karyanya meski tidak semuanya.
Film Bumi Manusia diangkat dari Novel berjudul sama milik Pramodya. Tentu saja jalan cerita dari film ini sesuai dengan kisah yang tertulis di novelnya. Sutradara Bumi Manusia Hanung Bramantyo pasti berpikir keras untuk memfilmkan tulisan penulis legendaris tersebut. Jika benar-benar sama mungkin butuh durasi tak cukup 181 menit alias berjam-jam lamanya.
Bumi Manusia menceritakan tentang kisah cinta dua anak manusia Minke dan Annelies pada zaman kolonial abad ke-20. Minke diperankan oleh Iqbaal Ramadhan sedangkan Annelis Mellema diperankan oleh Mawar  Eva de Jongh.
Minke adalah pribumi anak seorang bupati yang bersekolah di HBS, sebuah sekolah untuk orang-orang kulit putih Eropa khususnya Belanda juga untuk pribumi berdarah ningrat.
Minke memiliki pemikiran cerdas tentang revolusioner, yang membuat dia segani oleh orang-orang Eropa totok dan Indo (campuran).
Dalam film ini didominasi bahasa Belanda, Jawa dan Indonesia. Bermula dari ajakan teman Minke, Robert Surhof (Jerome Kurniawan), Minke bertemu dengan Annelies. Perempuan berdarah campuran Eropa dan pribumi. Kemudian Minke jatuh hati kepada Annelies, dari situlah kisah bermulai.
Ibunda Annelies, dikenal dengan panggilan Nyai Ontosoroh (Ine Febriyanti) adalah perempuan simpanan yang disebut gundik. Di mata masyarakat gundi memeliki derajat sama rendahnya dengan binatang. Kendati demikian, Nyai Ontosoroh adalah wanita cerdas, mampu berbahasa Eropa, mengerti budaya Eropa juga sanggup menjalankan roda ekonomi bagi perusahaannya.
Meninggalnya ayah Annelies, Herman Mellema menjadi awal munculnya berbagai permasalahan di tengah keluarga Nyai Ontosoroh. Permasalaan semakin menjadi usai Annelies menikah dengan Minke, dimana pernikahan tersebut tidak diakui oleh Belanda tapi sah di mata agama. Annelies direnggut oleh hukum kolonial, tak hanya dipisahkan dengan ibunya, tapi juga suaminya.
Bumi Manusia

Bagi orang-orang yang sudah membaca novel Bumi Manusia, jalan cerita di film mengalir mengingatkan goresan tinta Pramodya di lembaran-lembaran tulisannya. Semua mengalir apa adanya. Kendati demikian hal tersebut ternyata tak dirasakan oleh penonton yang belum membaca novel sebelum menonton film.
Aku duduk bersama seroang temanku, berkali-kali ia menanyakan siapa dia? Apa yang dia lakukan? Apa maksudnya? Kemana dia? Dan lain-lain. Hal ini membuktikan Hanung tidak memberikan penjelasan gamblang yang dapat dimengerti semua orang.
Bagi orang yang sudah membaca, film sesuai dengan tulisan dengan akhir yang sama seperti tulisan. Tetapi ada beberapa bagian yang tidak ditampilkan dalam film dan membuat penonton bertanya-tanya.
Kisah-kisah tokoh dijelaskan  secara singkat, sehingga penonton yang belum membaca bukunya tidak mengetahui bahwa tokoh tersebut termasuk tokoh penting dalam buku serta akan bertanya-tanya, siapa dia dan apa pentingnya dia di sana. Seperti Jean Marais, Jan Dapperste, Herbert de la Croix dan Magda Peters. Peran mereka tidak begitu kentara menurutku tentu saja.
Tapi aku salah fokus dengan Jan Dapperste alias Panji Darman. Dia lumayan ganteng dan enak untuk dipandang. Aish tak kusangka Panji  Darman seganteng itu.
Tentu saja aku tahu, film tidak mungkin 100 persen sama dengan novelnya. Andaikan sama, pasti butuh durasi berjam-jam lamanya. Seperti yang kujelaskan di paragraf awal kawan.
Terkait akting, aku mengagumi cara pemeran masing-masing dalam membawakan tokohnya. Semuanya keren, apalagi menggunakan Bahasa Belanda dan Jawa.
Bagi yang belum pernah membaca bukunya, mungkin akan merasa film memiliki ending yang menggantung. Seperti bagaimana kelanjutan Robert Mellema, siapa pria gendut yang membuntuti Minke dan lain-lain. Semoga terjawab dalam sekuel selanjutnya. O ya, sekadar info aja, Bumi Manusia tak habis sampai di sini dan akan berlanjut nantinya. Jadi sabar saja ya hahaha
Dalam film ini begitu kentara perbedaan status antara pribumi (warga asli), Indo (campuran Eropa dan Pribumi) serta totok (Eropa murni). Dimana pribumi menjadi keset di tanahnya sendiri.
Nonton Film Bumi Manusia

Silahkan datang ke bioskop dan menikmati film besutan Hanung Bramantyo. Temanku sampai menangis ketika menonton kisah ini saking terbawa suasananya.
Previous Post
Next Post

0 komentar: