Monday, November 25, 2019

Menjelajahi Pesona Gugusan Pulau Mandeh Sumatera Barat


Berenang di Pulau Cubadak, Pulau Mandeh, Sumbar.
Tanah Minang atau Sumatera Barat (Sumbar) memang terkenal dengan alam yang mempesona. Baik di darat mau pun di laut. Baik itu wisata sejarah, gunung, pantai dan lain sebagainya.

Bulan November ini aku berkesempatan untuk menelusiri keindahan Sumbar, lebih tepatnya ke gugusan pulau-pulau di bawah nama besar Pulau Mandeh.

Beberapa hari sebelum keberangkatan, panitia Gathering Jurnalist Partner Capella Honda  telah memberitahu rundown kegiatan yang akan kami laksanakan di sana. Untuk itu, tentu saja banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum berangkat.

Menurut jadwal, kami akan berangkat dari Pekanbaru Jumat malam dan pulang pada hari Ahad. Berarti semalaman di perjalanan dan dua hari di Sumbar.

Persiapan Pergi ke Pantai

Setiap orang pasti berbeda-beda tentang persiapan pergi ke pantai. Kalau aku sendiri lebih menyukai persiapan sesederhana mungkin tetapi tidak membuatku merasa kekurangan selama di negeri orang. Berikut beberapa hal yang harus dibawa jika ingin ke pantai berdasarkan pengalamanku. Menurut jadwal, Jumat malam berangkat, Sabtu jelajah Pulau Mandeh, kemudian bermalam di salah satu hotel di Padang, kemudian keesokan harinya pulang dan singgah sebentar ke Bukititinggi.

Baju
Karena aku pergi dari tanggal 15-17 November. Satu stel pakaian yang dipakai selama perjalanan berangkat. Satu stel untuk bermain di pantai, satu stel baju ganti, dan satu stel untuk pulang, kalau mau bawa baju tidur juga tidak apa-apa. Tapi bisa juga diminimalisir dengan pakaian berangkat dan bermain di pantai sama (toh selama perjalanan juga tidak kotor). Pakaian dalam tinggal menyesuaikan saja.

Sandal
Mungkin terkesan sederhana, tapi sandal ini penting dibawa ketika di pantai. Akan sangat merepotkan jika kemana-mana pakai sepatu, sementara air dimana-mana, yang ada ujung-ujung kamu bakal memilih untuk bertelanjang kaki. Tapi jika malas membawa, ada yang menjual kok di sekitar pantai, harga lebih mahal tapi tetap terjangkau.

Kacamata renang
Aku sendiri menyesal lupa membeli kacamata renang sebelum pergi ke pantai. Pasalnya, kacamata renang di pantai biasanya khusus untuk snorkeling yang menutupi mata dan hidung. Karena menutupi hidung inilah, aku kesulitan mengatur nafas karena tak biasa dan lebih cepat lelah. Tapi tak tahu kalau orang lain. Kalau pakai kacamata renang yang hanya menutup mata lebih mudah mengatur nafas, menurutku tentu saja.

Alat mandi
Ya namanya habis berenang di laut, pasti harus ganti baju kalau sudah selesai, jangan lupa mandi pakai sabun.

Topi
Ini tidak wajib, tapi bagus untuk berfoto, lagian cuaca di pantai juga terbilang panas. Setidaknya sedikit mengurangi paparan sinar matahari langsung ke wajah.

Sunblock
Bukannya sok cantik atau bagaimana, tapi panas di pantai beda sama panas di kota. Badan lebih cepat menghitam dan akan menyisakan belang di tangan. Jika tidak ingin hal itu terjadi pakai sunblock solusinya. Aku tidak pakai, sampai beberapa hari kemudian wajah dan tangan masih terlihat jelas perbedaan warnanya.


Berangkat ke Sumbar

Sebelum berangkat ke Sumbar, rombongan terlebih dahulu mendengarkan materi dari pihak Honda Capella terkait Honda Smart Key System. Dari jam 16.00-17.30 WIB. Setelah itu menunggu beberapa teman yang terlambat datang dan kami benar-benar berangkat setelah Isya.

Foto bersama setelah sosialisasi Honda Smart Key System
Setelah itu, kami makan malam di Cak Rohim yang ada di Jalan Subrantas, Pekanbaru. Untuk menempuh perjalanan jauh, jangan lupa perut harus penuh. Jangan dibiarkan kosong. Kalau kosong akan cepat merasa mual, bagi pemabuk hal ini akan semakin memperparah keadaan. Isi perut penuh, maka akan meminimalisir mual dan muntah selama perjalanan.

Sekitar 18 orang yang berangkat menuju Sumbar, cukup sedikit untuk memenuhi bus pariwisata yang kami pakai. Tapi hal ini memberikan kelegaan untukku dan sebagian orang, karena aku bisa dengan leluasa berbaring di kursi. Tidak ada orang yang duduk di sampingku sehingga aku menjadi penguasa dua kursi. Sebuah kelegaan hangat dan kenyamanan dalam ruang sempit.

Pagi hari kami telah tiba di Padang, kemudian melanjutkan menuju Kecamatan Tarusan. Jalan ke sana harus melewati kelokan-kelokan tajam, bahkan aku hampir muntah ketika melewati jalan tersebut. Nasi Cak Rohim semalam telah menguap bersama keringat, nasi goreng pagi hari sebelum melanjutkan perjalanan rasanya tak cukup mengisi rongga-rongga lambungku.

Benar saja, sesampainya di Tarusan aku langsung muntah setelah aku tak mampu menahan rasa mual akibat jalan yang berkelok tajam.

Aku berganti pakaian, gosok gigi, cuci muka meski tidak mandi sebelum menyeberang ke Pulau Setan/Soetan. Di gugusan Pulau Mandeh ini rute yang akan kami telusuri adalah dari Dermaga Tarusan, Pulau Soetan, Pulau Cubadak, Pulau Sironjong Ketek, Sungai Gemuruh dan kembali lagi ke Tarusan.

Terdapat dua kapal yang akan menemani perjalanan kami, rombongan dibagi menjadi dua. Tour guide lokal juga siap menunjukkan tempat-tempat indah yang kami kunjungi. Vino namanya, sebelum berlayar ia memberikan arahan, memimpin do’a  dan menjadi fotografer dadakan.

Rombongan Honda Jurnalist Gathering 2019 

Pulau Soetan/Setan

Pulau ini dikenal dengan nama Pulau Setan, meski demikan tentu saja tak seseram namanya. Pulau ini justru sangat indah, puluhan perahu-perahu yang membawa wisatawan di tepi pantai. Di pulau ini ada puncak dengan nama Puncak Pupi. Tangga tanah menuju ke atas terlihat masih baru dibuat.

Seorang pria paruh baya dengan cangkulnya sedang beristirahat di kelokan sebelum menuju puncak. Tidak terlalu tinggi, tak jauh dari pria tersebut terdapat baskom tempat menaru uang. Pengunjung cukup membayar seikhlasnya setelah turun dari puncak. Itung-itung uang lelah bapak itu saat merapikan tanah menjadi tangga agar bisa diakses wisatawan. Di puncak ini terdapat sebuah spot untuk berfoto dengan latar belakang pemandangan laut dari ketinggian. Tidak akan menyesal deh.

Berfoto di Puncak Pupi Pulau Soetan, Sumbar
Setelah itu kami bermain banana boat. Ini kali pertama, maklum sebelumnya ke pantai dananya pas-pasan, mumpung gratis kenapa tidak dinikmati, kan ada yang bayarin. Hahaha

Bermain Banana Boat di Pulau Soetan, Sumbar
Salah satu rekanku meminta agar tidak dijatuhkan saat naik banana boat. Tentu saja banyak penolakan dari rekan yang lain. Mau tidak mau harus menerima, kalau aku sih lebih memilih diceburkan di laut, pasti rasanya lain.

Kami mengira tidak akan diceburkan, setelah banana boat ditarik oleh speed boat menyeberangi hingga mendekati pulau seberang kami berbalik lagi. Tidak ada diceburkan, beberapa di antara kami mengeluh karena tak kunjung diceburkan. Saat mendekati bibir pantai, speed boat berbelok tajam dan membuat banana boat terbalik. Sontak hal tersebut membuat terkejut semua penumpang yang tak mengira akan diceburkan. Bahkan ada yang terbatuk-batuk saat air masuk ke hidung dan mulut.

Puas bermain banana boat kami makan siang, setelah itu bermain lagi. Main apa? Ya berenang lah, jauh-jauh ke pantai kalau nggak berenang ya sayang dong. Kecuali jika pantainya memang tidak ramah untuk berenang. Di Pulau Soetan ini kami berenang di antara perahu-perahu. Sesekali melompat dan black flip dari perahu.

Segar sekali, air laut memang berbeda dengan ari di kolam renang. Tidak ada terasa capek saat menceburkan diri di laut. Badan lebih ringan meskipun rasanya asin.


Pulau Cubadak

Pulau Cubadak, Mandeh, Sumbar
Pulau Soetan bukan tempat untuk snorkeling. Tempat yang lebih tepat adalah Pulau Cubadak, airnya yang jernih dan karang-karang yang sangat banyak akan memanjakan mata sambil menyelam bersama ikan-ikan berwarna-warni.

Inilah alasan kenapa aku mengatakan menyesal tak membawa kacamata renang. Aku kesusahan memakai kacamata renang yang menutupi sampai hidung, meskipun aku bisa membuka mata saat di dalam air tetap saja pandangan kabur kalau tak memakai kacamata. Belum lagi perih dan merah seusai menyelam.

Berenang bersama ikan-ikan di Pulau Soetan, Mandeh, Sumbar
Meski tak satupun dari kami yang membawa kamera underwater, untung Bang Vino dengan murah hati mau memotret kami dengan kamera bawah airnya. Untuk mendapatkan foto yang epic butuh perjuangan, karena terkadang ikan-ikan lari saat didekati. Sehingga Bang Vino dan timnya harus memberi makan ikan terlebih dahulu, agar ikan-ikan berdatangan dan mendapatkan jepretan yang diiinginkan.


Pulau Sironjong Ketek

Sironjong Ketek, tempat cliff jumping di Gugusan Pulau Mandeh, Sumbar
Ketek dalam bahasa minang artinya kecil. Di sebelah Sironjong Ketek ada Pulau Sironjong Godang (besar). Aku melihat Sironjong seperti sebuah tebing yang tinggi. Di sana terdapat anak tangga dan dua buah tempat untuk cliff jumping, itu loh yang meloncat ke air dari ketinggian.

Cliff jumping yang pertama memiliki tinggi sekitar lima meter, sedangkan yang paling atas setinggi 15 meter. Bang Vino tidak menyarakankan untuk melompot di ketinggian 15 meter. Menurutnya, tak jarang wisatawan mengalami patah tulang usai melompat ke air dari ketinggian tersebut. Hal ini disebabkan posisi jatuh yang salah tentu saja.

Kami tidak berlama-lama di Sironjong Ketek, hanya satu orang dari kami yang melompat, itu pun dari ketinggian lima meter. Kami hanya menonton wisatawan lain yang berani melompat dari ketinggian tersebut.


Air Terjun Sungai Gemuruh

Setelah dari Sironjong Ketek, kami bertolak ke pulau selanjutnya. Di sini sangat banyak pohon bakau di tepiannya. Kami harus melewati anak sungai atau muara yang memiliki lebar sekitar lima meter. Karena air sedang surut perahu sedikit mengalami kesulitan saat berpapasan dengan perahu lain.

Monyet-monyet banyak bergelantungan di pohon-pohon bakau, air yang tadinya biru perlahan berubah menjadi lebih keruh saat semakin jauh kami menyusuri sungai.

Ekspektasiku dengan kata air terjun adalah air yang jatuh dari ketinggian. Tetapi di Sungai Gemuruh ini bukan air yang jatuh dari tempat tinggi, melainkan air yang mengalir dari atas ke bawah melalui batu-batu besar sebesar gajah dan anak-anaknya. Kami bermandi ria di sana, karena berbeda sumber tentu saja air di sini tidak asin alias tawar.

Berfoto di antara batu-batu besar Sungai Gemuruh, Mandeh, Sumbar
Puas bermain dan mandi air di sana kami kembali berlayar menuju tempat kami berasal. Kembali lagi ke Dermaga Tarusan untuk berganti baju dan menuju Kota Padang untuk menghabiskan malam. Kembali berlayar ke Pulau Kapuk (tidur).


Bukittinggi

Awalnya kami berencana ke Bukittinggi pukul 08.00 WIB. Tetapi karena hotel tempat kami menginap jika keluar harus melewati jalan yang merupakan jalur Car Free Day (CFD). Sehingga bus baru bisa keluar setelah pukul 10.00 WIB.

Di Padang berbeda dengan Pekanbaru, jika di Pekanbaru jalan dibuka pukul 09.00 WIB tepat, kalau di Padang baru jam 10.00 WIB dibuka. Sehingga kami harus menunggu sambil sarapan lontong yang tak jauh di Jalan Kereta Api.

Kenyang usai mengisi perut, demi menghabiskan waktu aku berjalan-jalan menyusuri jalur CFD. Begitu banyak kegiatan dan  jalurnya cukup panjang dan lengang. Tak lupa aku membeli piza Rp 10 ribuan di Transmart Padang untuk bekal perjalanan. Hanya sarapan lontong tak akan membuat kenyang perut, apalagi harus menempuh dua jam lebih perjalanan menuju Bukittinggi. Salah satu rekanku membelikanku tiga buah donat yang juga dijual di Transmart Padang.

Gedung Transmart Padang memang berada di tepi jalur CFD sehingga saat itu mereka membuka lapak khusus untuk para pengunjung CFD.

Perjalanan panjang menuju Bukittinggi kala itu diawali dengankaraoke teman-teman di bus. Mulai dari lagu Judika, lagu dangdut hingga lagu Minang. Seperti biasa aku kembali tenggelam dalam tidurku berbantalkan tas ransel kesayangan.

Sampai di Bukittinggi hal pertama yang kami lakukan adalah mencari Nasi Kapau khas Ranah Minang. Menyusuri Janjang Gudang, sebuah tangga menuju pasar yang tak jauh dari Jam Gadang. Kami melewati orang-orang yang berjualan di sepanjang tangga, mulai berjualan pakaian, aksesoris, makanan ringan, dan oleh-oleh khas Sumbar. Semakin ke dalam semakin banyak orang berjualan.

Aku menyarankan jika ingin membeli oleh-oleh makanan khas Sumbar, lebih baik di sini. Jika singgah di tepi-tepi jalan lintas, biasanya harga lebih mahal. Perbandingannya bisa sampai Rp 5 ribu, tapi terserah sih mau beli dimana. Ini hanya saran.

Kenyang makan nasi kapau kami menuju Jam Gadang, ikonnya Bukittinggi. Kata orang belum sah ke Bukittinggi kalau tak berfoto di depan Jam Gadang. Tak sah ke Bukittinggi kalau tak makan nasi kapau. Aish terserahlah.

Dari sini terlihat jelas pemandangan Gunung Marapi yang gagah mempesona. Berganti-gantian kami mengambil foto. Tak lupa membuat foto epic dengan gaya lompat atau levitasi. Perlu berulang-ulang kali jepret untuk mendapatkan gambar yang nyaris sempurna.

Jam gadang, Bukittinggi, Sumbar
Usai berfoto, berjalan-jalan dan menikmati alam serta pemandangan, kami kembali menuju bus yang telah menunggu lama. Setelah semua anggota masuk ke bus, aku kembali menenggelamkan diri dalam tidur panjang.

Ketika tiba di Bangkinang, kami terlebih dahulu mengisi perut dengan sate, lalu melanjutkan perjalanan lagi. Sekitar pukul 00.00 WIB kami tiba di Pekanbaru dan pulang ke rumah masing-masing.

Terimakasih, untuk Capella Honda yang mensponsori perjalanan ini.

15-17 November 2019

Previous Post
Next Post

8 comments:

  1. Ada yang perlu dibawa ke pantai juga yaitu kekasih....wkwkw

    ReplyDelete
  2. oh iya untuk Mandeh mungkin bisa dikoreksi, karena bukan pulau melainkan kawasan atau desa. Dan untuk pulau Cubadak paling disisi lainnya ya, soalnya yang resort tak semua orang boleh masuk. Jadi yagn di Kapo-kapo namnya. Mantap.. liburan ramai ramai

    ReplyDelete
  3. Seru banget! Jiwa liburanku memanggil! Haha. Aku baru tahu ada spot snorkeling kece di sumbar. Pulau Cubadak, auto masuk list! Gak perlu jauh jauh ke pulau di sisi timur indo atau negeri mango sticky rice untuk snorkeling!

    Thank you for sharing Kak!

    ReplyDelete
  4. Seru banget, sumbar emang belum sempat terjelajahi nih. Paling sekitar Bukit Tinggi dan Padang, lain-lainnya belum. Apalagi kalau bisa jalan-jalan ramean kaya gini. Duuuuhh seruuu

    ReplyDelete
  5. Aku baca ini langsung ngiler liburan huhu.. Seru banget jalan2 ke sana sih, kepengan banget jadinya hehe

    ReplyDelete